IKLAN
pastinya sudah sering kita lihat, entah itu di media masa seperti koran,
majalah, televisi, radio, dan sebagainya. Iklan juga dapat memberikan informasi
kepada kita tentang suatu produk, entah yang berupa barang maupun jasa. Lalu,
sebenarnya apa yang dimaksud dengan iklan itu? Serta apa fungsi dari iklan
tersebut? Mari kita bahas di sini.
PENGERTIAN
PERIKLANAN
Periklanan merupakan salah
satu alat yang paling umum digunakan perusahaan untuk mengarahkan komunikasi
persuasif pada pembeli sasaran dan masyarakat. Periklanan pada dasarnya adalah
bagian dari kehidupan industri modern. Kehidupan dunia modern saat
ini sangat tergantung pada iklan.
Tanpa iklan para produsen dan
distributor tidak akan dapat menjual produknya, sedangkan disisi lain para
pembeli tidak akan memiliki informasi yang memadai mengenai produk barang dan
jasa yang tersedia di pasar. Apabila hal itu terjadi maka industri dan
perekonomian modern pasti akan lumpuh. Apabila sebuah perusahaan ingin
mempertahankan tingkat keuntungannya, maka ia harus melangsungkan kegiatan
periklanan secara memadai dan terus-menerus.
Menurut M. Suyanto (2007:
143) mendefinisikan ”Periklanan adalah penggunaan media bauran oleh
penjual untuk mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk, jasa atau
pun organisasi dan merupakan alat promosi yang kuat”.
Peranan periklanan dalam
pemasaran suatu produk adalah untuk membangun kesadaran (awareness)
terhadap keberadaan produk yang ditawarkan, menambah pengetahuan konsumen
tentang produk yang ditawarkan, membujuk calon konsumen untuk membeli dan
menggunakan produk tersebut dan untuk membedakan diri perusahaan
satu dengan perusahaan yang lainnya.
Definisi periklanan menurut
Henry Simamora adalah sebagai berikut:
Periklanan adalah komunikasi non pribadi
melalui bermacam-macam media yang dibayar oleh sebuah perusahaan bisnis atau
organisasi nirlaba atau individu yang dalam berbagai cara teridentifikasi dalam
pesan periklanan dan berharap menginformasikan atau membujuk anggota-anggota
dari pemirsa tertentu. (Henry Simamora, 2000: 756).
Periklanan terfokus pada
media massa seperti surat kabar, televisi, radio dan papan iklan. Periklanan
menawarkan keunggulan signifikan diatas teknik promosional lainnya. Periklanan
dapat menjangkau beribu-ribu pemirsa. Meskipun orang sering kaget saat
mendengar harga iklan yang bernilai ratusan ribu rupiah per detik tayangan,
tetapi sebenarnya dapat dibayangkan berapa jumlah pemirsa yang sanggup
dijangkau lewat iklan tersebut.
Banyak konsumen yang menaruh
kadar prestis kepada media massa yang digunakan dalam periklanan. Merupakan
kenyataan sederhana bahwa sebuah produk yang di iklankan secara nasional dapat
mengukur citra produk tersebut.
Inti dari periklanan itu
sendiri merupakan suatu alat yang digunakan oleh pembeli/ penjual, setiap orang
termasuk lembaga non laba atau dengan kata lain, periklanan dapat dipandang
sebagai kegiatan pemasaran kepada suatu kelompok masyarakat baik secara lisan
maupun dengan penglihatan suatu produk, jasa atau ide.
Definisi periklanan
Ada tiga istilah yang umum dipakai di indonesia untuk
menyebut advertising, yaitu: reklame, advertensi, dan iklan.reklame berasal
dari bahasa belanda yang dieja sebagai reclame.kata itu juga berasal dari
bahasaperancis reclamare. Advertensi berasal dari bahasa belanda advertentie
yang juga mengacu pada bahasa inggris advertising.Sedangkan iklan yang umum
dipakai dalam bahasa Melayu berasal dari bahasa Arab i’lan atau i’lanun secara
harfiah berarti informasi.
Banyak definisi diberikan bagi kata ‘periklanan’, akan
tetapi salah satu yang paling sederhana dengan harapan agar kita tidak
berdebat soal ini. Periklanan adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan pembuat
barang, atau pemasok jasa dengan masyarakat banyak atau sekelompok orang
tertentu yang bertujuan untuk menunjang upaya pemasaran. Komunikasi dilakukan
dengan menggunakan gambar, suara atau kata-kata, gerak atau bau yang disalurkan
melalui media atau secara langsung. Berdasarkan pengertian ini maka ‘Biro
Iklan’ adalah lembaga usaha yang memberikan jasa periklanan bagi siapa yang
membutuhkan baik perorangan, perusahaan pembuat barang atau pemasok jasa bahkan
pemerintah. Oleh karena bentuk pelayanan periklanan meliputi berbagai jenis
kegiatan maka dilihat dari skala usahanya ada berbagai ukuran sebuah biro
iklan.
Ada kios berukuran 1×1m yang menawarkan jasa pembuatan
cap dan papan nama toko, di luar kiosknya terpampang ‘Biro Iklan’. Ada rumah
kecil yang memberikan pelayanan fotokopi dan agen langganan surat kabar dan majalah.
Semangat wiraswasta telah mengembangkan pemiliknya untuk menerima pesanan
pemasangan iklan dengan harga resmi. Di bawah tulisan terima Fotokopi kini
tertulis ‘Biro Iklan’. Ada sekelompok seniman yang pintar menggambar wanita
cantik dan membuat huruf yang rapih dan artistik. Di muka studionya dipasang
tulisan ‘Biro Iklan’. Ada gedung berlantai banyak, berkarpet tebal, pegawainya
berdasi corak mutakhir, setiap ruangan disejukkan oleh AC dan di luar ada
prasasti kuningan yang dietsa ‘Advertising Agency’. Agar pembicaraan kita hari
ini dapat mencakup sebanyak mungkin kegiatan yang berlangsung di sebuah biro
iklan maka anda semua akan saya ajak untuk berkunjung pada sebuah ‘Full Service
Advertising Agency’.
Sebuah biro iklan yang mendukung predikat ini adalah
biro yang mempunyai kapasitas untuk memberi pelayanan di tiga bidang yaitu,
pertama, konsultasi komunikasi pemasaran, kedua pelayanan perencanaan dan
pemesanan media, dan ketiga pelayanan kreatif.
Pelayanan konsultasi pemasaran merupakan barisan
terdepan yang berhadapan langsung dengan fihak pemakai jasa periklanan. Minat
yang disampaikan oleh sebuah perusahaan atau perorangan pada sebuah biro iklan
akan diterima oleh para pakar pemasaran yang mampu berdialog dengan manajer
pemasaran dari perusahaan yang membutuhkan jasa iklan.
Kegiatan awal sebuah proses beriklan lebih sering
merupakan peristiwa ekonomi. Strategi pemasaran, kebijaksanaan harga, pangsa
pasar strategi distribusi, trade relations merupakan pokok-pokok pembicaraan
yang paling hangat pada stadium ini.
Semakin besar skala usaha sebuah biro iklan semakin
besar pula kemampuannya untuk mempekerjakan ahli-ahli dan pakar-pakar pemasaran
yang akan menentukan kualitas hubungan awal dengan para calon pemakai jasa.
Berkembangnya pendidikan ilmu ekonomi telah banyak
memberi dorongan bagi pertumbuhan kualitas perusahaan periklanan di Indonesia.
Kehadiran modal asing dan kegiatan memproduksi barang-barang yang berasal dari
luar negeri telah menghadirkan kegiatan pemasaran global yang dampaknya sangat
menentukan kemampuan para pakar pemasaran di sebuah biro iklan dalam berbicara
pada tingkat pengetahuan pemasaran yang bersifat internasional.
Sektor kedua yang menunjang predikat ‘full service’
adalah Media. Seperti hadirnya para pakar pemasaran maka perkembangan biro
iklan di Indonesia juga sangat ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan
perencanaan dan pemesanan Media.
Peningkatan ini tidak lepas dari perkembangan industri
media yang telah berlangsung sejak dua dekade ini. Tumbuhnya pemancar komersial
di segenap penjuru tanah air, masing-masing dengan gaya dan cara pendekatan
yang berbeda. Terbitnya puluhan majalah-majalah baru mulai dari yang bersifat
umum hingga majalah yang khusus bicara soal rambut, mobil, konstruksi dan
komputer. Terbitnya surat kabar yang berdomisili di ibu kota negara, ibu kota
propinsi atau ibu kota kabupaten, masing-masing dengan garapan berita yang beda
ruang lingkupnya.
Adanya pilihan yang diberikan oleh industri media dan
tantangan untuk menemukan rancangan media yang efektif dan terjangkau oleh
biaya periklanan yang disediakan oleh perusahaan pemakai jasa iklan, serta
riset dan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan yang khusus bergerak dalam
bidang jasa riset telah ikut memberikan masukan yang sangat menunjang kualitas
pelayanan jasa perencanaan media. Fakta ini telah memberi warna khusus bagi
kegiatan periklanan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan secara tepat
arah dan terukur.
Sektor ketiga yang juga ikut mendukung predikat Full
Service adalah pelayanan jasa kresatif. Pelayanan jasa kreatif merupakan bagian
akhir dari mata rantai proses terciptanya sebuah iklan sebelum disalurkan ke
Media. Karena kegiatan dan proses kreatif memberikan wujud bagi sebuah iklan
atau pesan maka sering orang mengira bahwa lahirnya iklan ada di tangan
seniman. Pandangan keliru ini telah banyak mendorong banyak seniman yang
mendirikan biro iklan dan dalam perkembangan selanjutnya lebih sering mengalami
kegagalan.
Dibandingkan dengan peran sektor pemasaran dan sektor
media, maka peran sektor kreatif masih jauh tertinggal. Sikap dan wawasan yang
berkembang di antara para praktisi di sektor kreatif bila kita amati secara
objektif masih terpaku pada kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang sederhana dan
sempit. Sebagian besar dari iklan-iklan yang kita temui di media masih
berputar-putar di sekitar penonjolan ‘Product/Consumer benefit’ yang
ditampilkan apa adanya. Cara lain yang paling mudah dilakukan adalah dengan
menciptakan iklan dengan memanfaatkan strategi Before-After, Sebelum makan obat
dan sesudah makan obat. Sikap bangsa Indonesia yang paternalistik sering
disalahartikan dengan menerapkan strategi testimonial orang-orang yang
terkenal. Kehadiran perusahaan periklanan Internasional di Indonesia sedikit
banyak telah memperkenalkan praktek-praktek kreatif yar.g sedikit lebih maju.
Format-format pengembangan kreatif yang telah teruji mulai diperkenalkan kepada
para pakar bidang kreatif.
Perusahaan iklan internasional seperti J. Walter
Thompson, Dentsu, BBDO, Ted Bates, O&M, Saatchi & Saatchi telah
mempertemukan cara-cara bekerja mereka dan pemikiran yang berkembang di sini.
Sudah barang tentu hal ini tidak selalu mampu memberikan kemajuan yang berarti.
Salah satu hambatan yang paling besar adalah keterbatasan bahasa Indonesia
untuk mendukung ungkapan-ungkapan yang menarik. Salah satu manfaat yang paling
berarti dengan kehadiran perusahaan Internasional adalah format yang mampu
mempertemukan orang kreatif dan orang pemasaran dan orang-orang Media dalam
satu meja yang membicarakan pemecahan-pemecahan terbaik dalam penyampaian pesan
iklan. Oleh karena itu kami, orang-orang yang bekerja di sektor kreatif kini
harus memahami makna strategi pemasaran, pangsa pasar, membaca hasil riset
kualitatif dan mempelajari demografi. Dengan modal pengetahuan di bidang
pemasaran dan prinsip-prinsip Media maka sebelum kita mampu menciptakan iklan
yang menarik perhatian khalayak pengamat maka setidak-tidaknya kita sudah
menciptakan iklan yang benar dan terarah. Bila pintu Creative Department sebuah
biro iklan dibukakan bagi anda maka di sana kita akan bertemu dengan banyak
orang yang menyandang berbagai fungsi yang berbeda. Ada Creative Director yang
menggariskan konsep isi pesan dan strategi penyampaiannya. Ada Art Director
yang menggariskan konsep visual dan naskah, ada visualiser yang mengungkapkan
gagasan terwujud berbentuk visual, ada copy writer yang menyusun naskah, ada
paste up artist yang merampungkan gambar kerja siap cetak/separasi, ada
photographer, ada typographer, ada jingle writer/composer/arranger. Semua orang-orang
ini memberikan sumbangannya bagi terciptanya sebuah iklan.
Skenario yang berkembang di sebuah Creative Department
pada saat ini menunjukkan kuatnya posisi Creative dan Art Director. Situasi ini
banyak disebabkan adanya kesenjangan antara tokoh yang menduduki kedua jabatan
itu dan tokoh-tokoh lain yang melanjutkan pekerjaan mereka. Kurang tingginya
kualitas tenaga kreatif di bidang periklanan dewasa ini banyak disebabkan oleh
tidak adanya pendidikan khusus yang menghasilkan tenaga spesialis periklanan.
Pendidikan Commercial Art yang diselenggarakan di luar negeri merupakan tempat
ditempanya para tenaga kreatif yang akan bekerja di bidang periklanan.
Sedangkan pendidikan di sini lebih mengarah kepada
pendidikan desain grafis yang lebih menekankan faktor estetik atau pendidikan
komunikasi visual yang mempelajari secara luas pemecahan visual masalah
komunikasi.
Masih rendahnya kualitas tenaga kreatif dalam biro
iklan di Indonesia dewasa ini telah membawa pada praktek pembuatan iklan yang
melanggar kode etik maupun standar nilai yang dihormati masyarakat.
Salah satu perkembangan yang menarik akhir-akhir ini
adalah keterlibatan biro iklan pada perencanaan kampanye non-komersial. Program
keluarga berencana kini diselenggarakan dengan pendekatan-pendekatan yang
berorientasi pada marketing.
Istilah ‘Social Marketing’ kini menjadi kawasan baru
para pakar periklanan yang menerjuni kegiatan periklanan non-komersial yang
tidak kurang pentingnya bagi Indonesia dewasa ini. Ada yang terlibat dalam
kegiatan menunjang marketing produk-produk yang distribusinya sangat terbatas,
akan tetapi ada yang terlibat dengan kegiatan marketing produk yang tersebar
luas dan dikonsumir oleh orang yang lebih banyak.
Kualitas dari performance-nya akan terbaca dari citra
produk dan tercapai tidaknya tujuan-tujuan marketing yang telah digariskan.
Dari catatan yang saya ketahui maka hanya ada biro iklan yang masuk dalam
kategori Full Service Advertising Agency. Dari sebanyak ini sebagian besar
berada di Jakarta.
Posisi sebuah biro iklan yang sangat terlibat dengan
strategi periklanan sebuah produk tertentu telah sangat menutup pintu mereka
terhadap orang luar sehingga agak sukar untuk bisa mengintai secara langsung
proses yang berlangsung di dalamnya
Masa sebelum ditemukannya mesin
cetak
“ Commercial message and political
campaign displays have been found in the ruins of ancient Arabia. Egyptians
used papyrus to create sales messages and wall posters, while lost-and-found
advertising on papyrus was common in Ancient Greece and Ancient Rome. Wall or
rock painting for commercial advertising is another manifestation of an ancient
advertising form, which is present to this day in many parts of Asia, Africa,
and South America.”
(Pesan komersial dan publikasi
kampanye politik sudah ditemukan dalam reruntuhan bangsa Arab kuno. Orang-orang
mesir menggunakan papyrus untuk membuat pengumuman mengenai barang-barang yang
di jual dan membuat poster yang ditempelkan di dindng, saat iklan mengenai
‘lost and found’ mulai marak di Yunani dan Romawi kuno. Lukisan dinding dan
batu untuk iklan komersial merupakan manifestasi lain dari bentuk periklanan
kuno, dimana hal itu menunjukkan kehadiran iklan masa lalu di bagian Asia,
Afrika, dan Amerika Selatan.)
Para arkeolog meyakini, advertising sudah ada
sejak zaman dulu. Advertising dilakukan dalam berbagai bentuk “mempublikasikan”
berbagai peristiwa (event) dan tawaran (offers). Metode iklan pertama yang
dilakukan oleh manusia sangat sederhana. Pemilik barang yang ingin menjual
barangnya akan berteriak di gerbang kota menawarkan barangnya pada pengunjung
yang masuk ke kota tersebut. Iklan sudah dikenal manusia dalam bentuk pesan
berantai (word of mouth) yang bentuknya pengumuman-pengmuman. Pesan berantai
itu disampaikan dari mulut ke mulut untuk membantu kelancaran proses jual-beli.
Pesan iklan dalam bentuk tertulis mulai ditemukan pada
masa Babylonia 3000 SM berupa kepingan tanah liat (clay tablet) bertuliskan
prasasti tentang dealer salep (ointment dealer), juru tulis (scribe) dan
pembuat sepatu.
Peninggalan Mesir dan Yunani Kuno berupa
pengumuman-pengumuman di dinding dan naskah di daun papirus, memberikan
pengumuman tentang datangnya kapal pembawa anggur, rempah-rempah, logam,
barang-barang dagangan baru, acara-acara (pertarungan gladiator) yang
bakal digelar, budak yang lari dari tuannya. Orang-orang Roma mengecat dinding
untuk mengumumkan perkelahian gladiator. Iklan pada jaman ini hanya berupa
surat edaran. Karena masih banyak yang buta huruf, pengumuman-pengumuman itu
dibacakan oleh tukang teriak (town crier) yang biasa didampingi pemain musik.
Terakota Yunani dan Romawi Kuno sudah digunakan untuk
mengumumkan lost & found. Di reruntuhan kota Pompeii terdapat tanda-tanda
di terakota yang mengiklankan apa ynag dijual di toko : danging sapi (row of
hams), sapi penghasil susu, kulit untuk sepatu. Disaping itu juga ditemukan
bukti-bukti adanya pesan-pesan politik.
Orang-orang Ponosea melukis gambar untuk mempromosikan
perangkat keras mereka di batu-batu besar di sepanjang jalur parade. Di Pompei
misalkan, banyak lukisan seorang tokoh politisi dan meminta dukungan suara dari
masyarakat. Di Perancis, traditional advertising sudah marak tahun 550
Sebelum Masehi untuk mengiklankan kaum negro sebagai budak.
Pada zaman Julius Caesar di eropa banyak toko dan
penginapan yang sudah pakai tanda, papan nama, atau simbol, untuk membantu
mereka yang buta huruf. Misalnya penginapan dengan simbol Man in The Moon,
Three Squirrels, Hole in The Wall.
Untuk ribuan tahun-tahun awal, orang beriklan untuk
mempromosikan dua hal, tempat dan jasa. Iklan di bawah ini adalah contoh
pertama. Begitu juga plang di depan kedai minum dan penginapan (taverns and
inns)
Daniel Mannix, dalam bukunya yang bercerita tentang
olah raga kuno Roma, “ Those About to Die “, mencatat sebuah iklan yang
ditemukan di sebuah kuburan tua (tombstone) :
“ Weathre permitting, 30 pair of gladiators, fumished
by A.
Clodius flaccus, together with substitutes in case any
get
Killed too quickly, will fight may 1 st, 2 nd and 3 rd
at the
Circus Maximus.The fights will followed by a big wild
beast
Hunt. The famos gladiator paris will fight. Hurrah for
Paris! Hurrah for the generous flaccus, who is running
for Duumvite!” (Below this is an ad for the
copywriter.
“ Marcus wrote this sign by the light of the moon. If
you
Hire Marcus, he ‘ll work day and night to do a good
job. “)
(Mannix,p.28).
Demikian pula berbagai gambar di batu cadas(rock
paintings) di berbagei situs lama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
menunjukkan kehadiran “iklan” di masa lalu.
Masa setelah ditemukannya mesin
cetak
Penemuan mesin cetak Gutenberg 1450 meningkatkan angka
melek huruf sehingga merangsang orang untuk berbisnis iklan. Periklanan jadi
bisnis massal. Bentuk awalnya berupa poster,handbill (selebaran), dan iklan
baris (classified) di surat kabar.
1472 William
Caxton di London mencetak iklan berbahasa Inggris pertama berupa selebaran
(handbill) berisi tuntunan keagamaan tentang perayaan paskah (rules for the
guidance of the clergy at easter). Versi lain mengatakan iklannya berupa
penjualan injil (prayer book). Awal abad 16 dan 17 yang banyak ditampilkan
adalah iklan tentang budak belian, kuda buku, obat.
Sebagai bentuk printed advertising, periklanan
berkembang di awal abad 15-16. Beberapa waktu kemudian mulai muncul metode
iklan dengan tulisan tangan dan dicetak di kertas besar yang berkembang di
Inggris. Iklan pertama yang dicetak di Inggris ditemukan pada Imperial
Intelligencer Maret 1648.
Pada tahun 1622 Surat kabar
terbit di Inggris terbit untuk pertama kalinya,The Weekly News kemudian disusul
The Tattler yang terbit tahun 1709 dan The Spectator yang terbit pada 1711.
Ketiga Koran ini merupakan media cetak yang membawa lembaran iklan secara
piggy-back.
Pada tahun 1655 istilah
iklan (advertisement) muncul pertama kali dalam injil untuk menunjuk istilah
“peringatan”/“pemberitahuan” (warning/ notification).
Pada tahun 1660 mulai
istilah itu dipaka untuk keperluan informasi komersial (commercial
information), khususnya oleh para saudagar toko.Pesan-pesan iklan lama
kehalaman semakin simple dan inovatif sejak tahun 1700 dan 1800-an.
Pada tahun 1690 lahir
Public Occurencs Both Foreign and Dometic, Koran (tidak harian) pertama di
Amerika hanya membuat satu berita (issue).
Periklanan secara nyata mulai menunjukkan kemajuan di
awal abad 17 di Inggris untuk mempromosikan buku dan Koran yang mulai
berkembang.Pada abad ke-17 di Inggris, pesan-pesan komersial masih berbentuk
poster atau selebaran lepas yang dikirim dalam lipatan surat kabar. Produk yang
paling banyak diiklankan pada masa ini adalah buku dan obat-obatan.
Pada tahun 1704 Boston
Newsletter, koan AS pertama yang muat iklan, berupa tawaran hadiah bagi yang
bisa menangkap pencuri baju.
Iklan-iklan media cetak pada abad 18 umumnya
ditunjukan pada sasaran pembaca di Eropa yang menyebutkan adanya tanah-tanah
garapan yang menantang untuk masa depan di Amerika. Salah satunya iklan ada
tanah 150 ha di Philadelphia.
Pada tahun 1729 Iklan
pertama di surat kabar “ Pennysilvania Gazette” yang terbit di Amerika Serikat.
Amerika waktu itu masih menjadi wilayah jajahan Inggris, dan surat kabar yang
didirikan oleh Benjamin Franklin itu berhasil mencapai tiras tertinggi serta
pendapatan iklan terbesar pada masanya.
Pada tahun 1740 poster cetak
outdoor pertama muncul di London (disebut “hoarding”).
Pada tahun 1776 muncul
iklan proklamasi kemerdekaan AS di Pennsylvania Evening Post and Daily
Advertiser, Koran yang terbit secara harian pertama di AS.
Ketika aktivitas perekonomian mulai meningkat
diberbagai penjuru dunia, di abad 18-an, di Amerika Serikat, periklanan mulai
mendapat perhatian besar. Beberapa toko di Eropa mulai berfungsi sebagai agen
yang mengumpulkan iklan untuk surat kabar.
Sangat boleh jadi Sears catalog menjadi inspirasi bagi
lahirnya iklan display di media cetak. Sears adalah pelopor rantai toko (chain
stores) di A.S yang kemudian berkembang menjadi department stores.
Kehadiran Sears yang menjual berbagai barang secara lengkap menggantikan
toko-toko serupa berskala kecil yang pada waktu itu disebut dengan mercantile.
Untuk memudahkan pelanggan, karena pada masa itu
transportasi masih terbatas, Sears menerbitkan katalog tentang semua barang
yang dijual dan para langganan dapat memesan melalui pos (mail order). Setiap
barang yang ditawarkan ditampilkan secara menarik dengan foto-foto dan
gambar-gambar yang atraktif. Begitu populernya Sears Catalog di masa lalu,
sampai-sampai ia disebut sebagai Injil Petani (Farmers Bible)
Tampilan dan peragaan produk seperti di Sears Catalog
itulah yang kemudian dijumpai di berbagai surat kabar dan majalah di
Amerika Serikat, serta kemudian menyebar ke seluruh dunia. Di masa kini
penampilan seperti itu sering disebut sebagai display advertising (iklan
komersial)
Pada abad ke-19 mulai dikenal pembelian ruang iklan
melalui agen perseorangan (menyalurkan lagi ke perusahaan periklanan). Pada
masa dinasti Edo di Jepang, awal abad-19 selebaran yang didistribusikan bersama
surat kabar juga banyak membawa pesan-pesan komersial, khususnya tentang
obat-obatan.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai bergerak pesat
pada awal abad ke-19 akhirnya memicu hadirnya iklan di surat kabar amerika
Serikat, beberapa surat kabar mulai memuat pesan-pesan singkat tentang produk,
tampil dengan huruf-huruf kecil di dalam kotak, di antara berita dan Tulsan
lain. Iklan yang saat ini disebut sebagai classified advertisement ini
mempromosikan berbagai jenis barang dan jasa.
Pada tahun 1841
Volney Palmer, “orang iklan” (adman) masa-masa awal, bertindak sebagai media
broker / agen, mendapat komisi dari pemasangan iklan di media (media
placement). Palmer mendirikan Agensi Periklanan pertama oleh Volney Palmer di
Boston. Pada waktu itu, agensi periklanannya masih sebatas perantara pemasar
dengan pihak surat kabar sebagai penerbit iklan
Pada tahun 1844 muncul
iklan majalah pertama di majalah Southern Messenger dengan editornya Edgar
Allan Poe (pengarang Tarzan). Majalah-majalah iklan periode awal yang masih
terbit sampai sekarang adalah Cosmopolitan, ladies Home Journal, ReadeR’s
Digest.
Sampai tahun 1850-an, di Eropa iklan belum sepenuhnya
dimuat di surat kabar. Kebanyakan masih berupa pamflet, leaflet, dan brosur.
Pada tahun 1864 periklanan
berkembang seiring perkembangan pers yang juga ditandai berkembangnya
perusahaan periklanan dengan fungsi sederhana.
Pada tahun 1871 Charles bates
membuat biro iklan professional pertama kali.
Pada tahun 1875
di Philadelpia, dibuat agensi periklanan yang lebih multi fungsi. Dalam periode
ini pula wanita mulai mengambil porsi. Baik sabagai tenaga periklanan, maupun
sebagai image produk iklan. Penggunaan “wanita” sebagai daya tarik, pertama
kali dipakai dalam iklan sabun mandi.
Pada tahun 1880
John Power, penulis naskah iklan (copywriter) pertama
Setelah 1880an, perusahaan periklanan meningkatkan
fungsi dengan menawarkan konsultasi dan jasa periklanan lain
Pada tahun 1891
J Walter Thompson, Account Executive pertama.
Pada tahun 1920 KDKA
stasiun radio pertama di dunia lahir di Pittsburgh. Saat radio siaran mulai
mengudara di tahun 1920-an, periklanan di radio pun mulai marak walaupun secara
teknis dan daya tarik, tidak seperti yang kita nikmati saat ini. Sponsorsif
saat itu lebih banyak dikuasai satu orang/pihak. Misalnya, sponsorsif suatu
radio, dikuasai satu bisnisman. Dengan kata lain, space iklan digunakan
sendiri. Tapi seiring dengan tingginya persaingan, kondisi ini berangsur-angsur
berubah.
Pada tahun 1922 Iklan
pertama di radio duniaWEAF, New York.
Pada tahun 1939 NBC,
stasiun tv pertama.
Periklanan masuk dunia televisi di awal tahun 1940an.
Iklannya bisa berupa commercial atau public advertising
Pada tahun 1941 Iklan
televisi hitam/putih pertama di New York, Amerika Serikat mengiklankan
Arloji Bulova dengan harga spot US $ 9.
poster film tahun 1950
Pada tahun 1954 Iklan
televisi berwarna pertama ditayangkan. Mengiklankan Castro Decorate, New York.
Pada peralihan menuju abad ke-20, sistem manajemen
periklanan modern seperti posisi manajer iklan mulai diterapkan
“The 1960s saw advertising transform
into a modern approach in which creativity was allowed to shine, producing
unexpected messages that made advertisements more tempting to consumers’ eyes.
The 1960s saw advertising transform into a modern approach in which creativity
was allowed to shine, producing unexpected messages that made advertisements
more tempting to consumers’ eyes.”
iklan penggunaan lampu hemat energi
Advertising modern sendiri yang mulai berkembang tahun
1960an, jauh berbeda dengan advertising masa lampau. Pada tahun ini, periklanan
menemukan bentuknya yang modern dengan karya-karya kreatif yang menakjubkan.
Perintis iklan dengan landasan karya kreatif yang digarap secara apik ini
dipelopori oleh seri iklan mobil kodok volkswagen yang menampilkan
judul-judul seperti “Think Small“ dan
“ Lemon.“ Iklan-iklan Volkswagen
inilah yang meletakkan dasar positioning dan uniqe salling proposition
(USP) dalam periklanan yang masih dipegang hingga kini. Konsep ini mengikat
(associate) setiap brand dengan satu sspesific idea yang khas yang menancap di
benak konsumen.
Di akhir 1980 dan awal 1990 memperlihatkan
kemunculanTv Kabel dan MTV, sebagai bagian darinya. Sebagai Pionir dalam konsep
musik-video, Pelayanan MTV merupakan sebuah tipe periklanan yang baru. Konsumen
lebih menyimak pesan yang diiklankan MTV dibandingkan dengan membeli setelah
mendapat informasi dari media lain. Saat tv kabel dan tv satelit mengalami
peningkatan secara umum, beberapa saluran berada di posisi puncak, termasuk
saluran yang seluruh durasinya berisi iklan seperti QVC, Home Shopping Network,
dan Shop Tv.
Pemasaran melelui internet membuka batas baru bagi
periklanan dan memberikan kontribusi pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990.
Seluruh perusahaan terus beroperasi semata-mata dalam bidang periklanan, dan
menawarkan segalanya untuk kupon berlangganan internet gratis. Memasuki abad
ke-21 sejumlah website, termasuk ‘mesin pencarian google’ memulai perubahan
dalam dunia periklanan on-line dengan mengekspansi relevansi kontekstual, tidak
menonjolkan iklan dibandingkan dengan pemberian bantuan dan lebih utama
ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal ini menandai kebangkitan
dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.
Pemasaran melalui internet membuka batas baru bagi
periklanan dan memberikan kontribusi pada ‘boomingnya’ “dot-com” tahun 1990.
Seluruh perusahaan terus beroperasi semata-mata dalam bidang periklanan, dan
menawarkan segalanya untuk kupon berlangganan internet gratis. Memasuki abad
ke-21 sejumlah website, termasuk ‘mesin pencarian google’ memulai perubahan
dalam dunia periklanan on-line dengan mengekspansi relevansi kontekstual, tidak
menonjolkan iklan dibandingkan dengan pemberian bantuan dan lebih utama
ketimbang membanjiri konsumen dengan brosur. Hal ini menandai kebangkitan
dari upaya untuk meningkatkan trend periklanan interaktif.
Penyebaran pesan melalui iklan, secara relatif
menelan biaya dari GDP sehingga menyeebabkan perubahan yang cukup
signifikan dalam pemilihan media. Di Amerika misalnya, pada tahun 1925 media
iklan yang utama adalah surat kabar., majalah, nyala lampu trem,dan
poster-poeter. Advertising menghabiskan anggaran sekitar 2,9% dari GDP. Sejak
1998, televisi dan radio menjadi media perikanan yang utama dan menghabiskan
dana dari GDP yang lebih rendah, sekitar 2,4%.
Dilihat dari tujuan, penyajian sampai ke anggaran yang
dibelanjakan iklan mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Tahun 2004 biaya permasangan iklan di Amerika Serikat
mencapai sekitar $212 miliar. Sementara belanja iklan di seluruh dunia
mencapai lebih dari $414 miliar. Sebuah angka yang luar biasa besar.
Sementara accounting firm Pricewaterhouse Coopers menyebutkan, tahun 2010,
belanja iklan seluruh dunia akan mencapai lebih dari setengah triliun dolar
Amerika Serikat.
Pemasangan iklan saat ini, banyak dilakukan berbagai
macam organisasi nirlaba, profesi, pemerintahan dan badan social. Bahkan
pembelanja iklan terbesar ke 25 adalah pemerintah Amerika Serikat.
Saat ini, inovasi dunia periklanan semakin berkembang
pesat dengan menggunakan metode pendekatan yang tidak biasa, seperti mendirikan
panggung di area public, memberi hadiah mobil dalam mempromosikan brand
tertentu, dan mengadakan promosi interaktif dimana konsumen bisa merespon dan
menjadi bagian saat promosi berlangsung. Hal ini memberi gambaran perkembangan
trend periklanan interaktif melalui penempatan produk, voting melalui SMS dan
berbagai inovasi lainnya yang menggunakan jaringan internet, seperti MySpace
dan media telekomunikasi mutakhir lainnya.
Berawal dari Gerobak Sapi
Pada tahun 1930an, banyak poster dan papan reklame
ditempel pada panel samping gerobak sapi yang hilir mudik mengangkut barang.
Pada masa itu, kebanyakan papan reklame dicetak diatas lembar plat seng atau
logam yang cukup tebal. Banyak pula yang dilapis enamel agar tahan lama.
Setelah tahun 1948, ketika bahan ”ajaib” yang bernama scothlite ditemukan
banyak pula papan reklame yang menggunakan scothlite tadi karena mampu
memantulkan cahaya dengan efek mengagumkan. Plat-plat seng reklame itu kini
merupakan kolekters item yang berharga di pasar benda-benda antik. Ketika itu,
produk yang paling banyak diiklankan melalui media luar ruang bergerak (moving
outdoor media) antara lain adalah produk-produk ban sepeda dari goodyear dan
michelin, produk sabun dan tapal lidi dari unilever, limun (soda pop) merek
regional, dan produk rokok dari berbagai produsen, termasuk cerutu impor. Media
opportunity pada waktu itu memang sangat terbatas, tetapi orang-orang
periklanan sudah sangat kreatif menggunakan setiap peluang yang ada-termasuk
media tradisional.
Belum terbayangkan ketika itu bahwa jauh di kemudian
hari kreativitas iklan telah melahirkan berbagai media untuk menempatkan iklan
diluar ruang. Transit advertising telah menjadi sub bisnis besar dalam
periklanan. Sisi-sisi bus dan kendaraan umum dipasangan panel iklan, atau
spanduk yang ditarik pesawat terbang rendah, bahkan penutup velg roda (hubcaps)
maupun lampung punggung taksi. Tetapi, gajah di thailand yang sejak dulu sering
”ditempeli” papan iklan, sampai di zaman modern ini pun masih menjadi media
iklan yang efektif. Surat kabar, tentu saja, merupakan media yang juga populer
di indonesia sejak pertengahan awal abad ke 19. tetapi, berdasarkan kriteria
umumnya sebetulnya iklan surat kabar sudah hadir di indonesia sejak tahun 1621
ketika gubernur jenderal Jan Pieterszon Con (1619-1629) menerbitkan Memorie De
Nouvelles pamflet informasi semacam surat kabar yang memuat berbagai berita
dari pemerintah hindia belanda, khususnya yang menyangkut mutasi dan promosi
para pejabat penting di kawasan ini. Pamflet ini berupa tulisan indah
(silografi) yang diperbanyak dengan mesin cetak temuan Johannes Gutenberg
(1445).
Berita-berita yang dimuat itu sebetulnya merupakan
iklan karena pemuatannya di Memorie De Nouvelles sepenuhnya di biayai oleh
pemerintah hindia belanda. Sekalipun sangat berbau perbenturan kepentingan
(conflict of interest, bahasa masa kini = KKN), tetapi sang gubernur jenderal
Con adalah juga penerbit media itu dan sekaligus memiliki reclame Bureau yang
megatur pemuatan ”berita di pamflet itu”. Con juga memakai Memorie de Nouvelles
untuk memuat ”berita dengan pesan khusus ” untuk melemahkan daya saing peniaga
portugis di kawasan maluku. Tentu saja, ada VOC dibelakang siasat perang dagang
itu. Pada tahun 1744, terbitlah surat kabar pertama yang memakai teknologi
cetak tinggi, dengan (plat cetak dari timah) di nusantara. Namanya : Bataviaasche
Nouvelles. Tetapi, surat kabar yang juga disponsori oleh pemerintah hindia
belanda pada masa gubernur Jenderal Gustaav Willem Baron Van Imhovv itupun
sebetulnya lebih merupakan lembaran iklan karena memang lebih banyak
menampilkan iklan dan dibiayai hampir sepenuhnya oleh pendapatan iklan pula.
Maklum, surat kabar pada waktu itu hanya bertiras paling banyak hanya 2500 eks.
Sehingga penghasilan sirkulasinya tentulah sangat sedikit.
Dari berbagai surat kabar yang terbit di jakarta,
bandung, semarang, surabaya, makasar, manado, dan medan pada pertengahan abad
ke 19, dapat dilihat hadirnya berbagai iklan barang dan jasa yang memenuhi
halaman-halaman media cetak. Beberapa nama koran besar di masa itu antara lain
adalah: Bataviaasch Nieuwsblad, Nieuws van de Dag, Java Bode (batavia),
Preanger Bode (Bandung), De Locomotief (semarang, semula Samarangsche Nieuws en
Advertentieblad), Nieuwe Vorstenlanden (solo), Soerabaiasche Courant (Surabaya,
semula Oostpost), Makassararsche Courant (makasar), Tjahaja Siang (manado),
Sumatra Post (Medan), dan Soematra Bode (padang).
Selain itu, telah mulai hadir pula berbagai surat
kabar dalam bahasa melayu (sebelum kemudian menjadi bahasa indonesia sejak
1928.) surat kabar berbahasa melayu yang populer pada masa itu antara lain
adalah Medan Moeslimin, Medan Prijaji, Sinar de Jawa, Sinar Terang, dan Soerat
Kabar Minggoean. Kebijaksanaan kontrol informasi yang diterapkan sangat ketat
oleh pemerintah hindia belanda pun membuat surat kabar tidak dapat menjalankan
fungsinya secara penuh sebagai lembaga pemberita. Peran pers indonesia sebagai
alat politik baru muncul pada awal abad ke 20 seiring dengan kegerakkan
kebangkitan nasional dan lahirnya ordonasi pers yang mengatur pembredelan surat
kabar.
Di zaman ”kuda gigit besi” itu, ikaln-iklan juga ramai
diudarakan melalui radio, diproyeksikan di gedung bioskop dan ditampilkan
melalui pertunjukan keliling (mobil propaganda) mirip tukang obat yang hingga
kini masih banyak dijupai di berbagai kota kecil. Iklan radio sebetulnya mash
merupakan sebuah novelty pada awal bad ke-20 setelah radio commercial
pertama dikumandangkan oleh stasiun WEAV di New York City pada 28 Agustus 1922.
Sebuah perusahaan real estate di Quinsboro membayar US $50 untuk
penyuaran pesan komersial selama 5 hari.
Adventertie poenza kaperloean soedah kentara , kerna
advertentie perloenja boeat perkenalken barang-barang dagangan kita ada
publiek. Kaloe barang jang kita dagangken tidak dikenal, bagaiman bisa dapatken
pembeli
Liem Kha Tong
Sebelum iklan hadir di radio, pesan komersial sudah
lebih dulu hadir melalui saluran telepon. Pada tahun 193, perusahaan telepon di
Hongaria ”menjual spot 12 detik di antara musik dan berita yan dipanarkan lewat
telepon dengan tarif sekitar US $0.50. Perusahaan telepon AT&T di Amerika
Serikat juga pada awal abad ke-20 menerima pesan-pesan komersial yag
dipancarkan melali cara call broadcasting ini.
Di Indonesia, radio sudah dikenal sejak awal abad
ke-20. Tidak lama setelah Guglielmo Marconi menemukan gelombang suara dan
mengembangkannya menjadi alat komunikasi yang bernama radio telegrafik, dan
keudian berkembang lagi menjadi pemancar dan penerima gelombang radio. Radio
Nederland WERELDOMROEP yang memancarkan siarannya ke seluruh dunia sejak taun
1920-an. Merupakan pemancar yang paling digemari kaum elite, khususnya
orang-orang belanda di Indonesia pada waktu itu.
Akan tetapi, radio swasta baru muai hadir cikal
bakalnya di Indonesia sejak akhir tahun 1960-an, yitu sejak tumpasnya
pemberontakan G30 S/PKI. Sebelumnya, di Indonesia hanya dienal RRI yang telah
mengudara sejak tahun 1945. RRI sendiri dapat dirunut sejarahnya sejak stasiun
radio bentukan pemerintah Hindia Belanda yang dikendalikan oleh tentara
pendudukan jepang.
Pada awalnya, beberapa mahasiswa di Bandung secara
iseng-iseng mengudara dengan pemancar sederhana berkekuatan rendah. Pada waktu
itu mereka menyebutnya sebaga radio amatir sebuah istilah yang salah kaprah
kaena engertian amateur radio menjeaskan kegiatan yang berbeda dengan teknologi
radio dua arah.
Kata “amatir” disini agaknya dipakai sebagai antonym
dari “professional.” Stasiun-stasiun radio “amatir” ini meruakan bagian dari
perlawanan politik kaum muda terhadap sisa-sisa PKI. Sebelumnya, mereka juga
telah melakukan perlawanan dengan membentuk lascar dan batalyon, seperti LAskar
Arif Rachman Hakim yang merupakan onderboue dari KAMI. Maka, lahirlah
radio ARH dan radio-radio semacam itu di Indonesia.
Gerakan itu dengan cepet menyebar ke Jakarta dan
beberapa kota besar lainnya. Radio Prambors kini telah mengembangkan jejarinnya
dengan beberapa anak perusahaan stasiun radio yang masing-masing memiliki pasar
khas di jalan Borobudur, Jakarta Pusat, juga dapat dirunut sejarahnya pada
periode itu.
Kehadiran radio-radio ”Amatir” itu segera mendapat
lirikan para pengiklan yang memang sedang membutuhkan media alternatif. Salah
satu perintis pengguna radio ”amatir” di Indoesia sebagai media iklan
adalah Ajino moto. Embanjirnya iklan di radio kemudian meningkatkan
profesionalisme para pengelola radio ”amatir” apalagi karena pemerintah
kemudian mengeluarkan peraturan pemerintah no.55 tahun 1970 yang ewajibkan
semua stasiun radio siaran niaga dipayungi dalm wadah badan hukum berbentuk PT.
Sejak saat itu, istilah ”radio amatir” berubah menjadi ”radio siaran
swasta niaga”.
Kebangkitan Asosiasi Periklanan
Indonesia
Menurut catatan, pada tahun 1951, istilah periklanan
pertama kali diperkenalkan oleh seorang tokoh pers indonesia, Soedarjo
Tjokrosisworo, untuk menggantikan istilah reklame atau advertensi yang ke
belanda-belandaan. Senapas dengan semangat kebangsaan itu, sebuah biro reklame
di bandung yang sebelumnya bernama Medium, juga mengubah nama menjadi Balai
Iklan. Atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang berdomisili di Jakarta
dan Bandung, pada awal September 1949 dilembagakan sebuah asosiasi bagi
perusaaan-perusahaan periklanan. Asosiasi ini diberi nama Bond van
Reclamebureaux in Indonesia atau dalam bahasa indonesia Perserikatan Biro
Reklame Indonesia (PBRI). Nama asosiasi yang masih menggunakan bahasa Belanda
ini tidak lain karena mayoritas anggotanya adalah memang perusahaan-perusahaan
periklanan yang dimiliki oleh orang Belanda.
Sebelas perusahaan periklanan tercatat sebagai anggota
PBRI, yaitu: Budi Ksatria, Contact, De Unie, F. Bodmer, Franklijn, Grafika,
Life, Limas, Lintas, Rosada, dan Studio Berk. Akan tetapi, kehadiran PBRI
dianggap hanya mewakili perusahaan-perusahaan periklanan besar khususnya yang
dimiliki atau dikuasai oleh orang-orang Belanda. Perusahaan-perusahaan
periklanan kecil merasa bahwa aspirasi mereka tidak memukau jalan untuk
disampaikan ke dalam PBRI. Suasana seperti itu kemudian memicu lahirnya sebuah
asosiasi perusahaan periklanan nasional yang dimliki dan diawaki oleh
orang-orang Indonesia. Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) dibentuk pada tahun
1953, dan sertamerta menjadi organisasi tandingan bagi PBRI. Tidak jelas
mengapa semangat nasionalisme di dalam SBRN tidak memunculkan istilah iklan
yang sudah dikenal sejak dua tahun sebelumnya, dan masih menggunakan istilah
biro reklame yang berbau Belanda. Anggota SBRN yang tercatat adalah 13
perusahaan periklanan: Azeta, Elite, Garuda, IRAB, Kilat, Kusuma, Patriot,
Pikat, Reka, Lingga, Titi, dan Trio. Tidak semua perusahaan perilanan bersedia
bergabung ke dalam asosiasi. Contonya adalah Medium yang telah bertukar nama
menjadi Balai Iklan. Ia memilih untuk tidak bergabung dengan salah satu dari
dua asosiasi tersebut. Tjetje Senaputra, pemiliknya berdalih bahwa Balai Iklan
tidak menangani iklan display dan karena itu tidak menganggap perusahaan
sebagai full-service agency. Balai Iklan memang mengkhususkan diri pada
iklan-iklan klasika berukuran kecil tentang lowongan kerja dan berita keluarga.
Ada pula dugaan bahwa terbentuknya SBRN diilhami oleh
keterbelahan penerbit surat kabar yang juga memiliki dua asosiasi, yaitu:
Perserikatan Persuratkabaran Indonesia (PPI), dan Serikat Penerbit Suratkabar
(SPS), PPI merupakan kelanjutan dari Verenigde Dagblad Pers di masa Hindia
Belanda. Tentu saja keterbelahan perusahaan-perusahaan periklanan itu membuat
prihatin F. Berkhout, Ketua PBRI pada saat itu. Ia kemudian menghubungi
beberapa pimpinan SBRN dan mnawarkan dibentuknya fusi atau peleburan dari kedua
asosiasi tersebut. Bila tujuannya sama, mengapa harus memakai dua kendraan yang
justru menyulitkan pembinaan ke luar maupun ke dalam, di samping juga tidak
mencuatkan kesan persatuan.
Gagasan fusi itu tampaknya diterima secara umum oleh
kedua belah pihak. Orang-orang Belanda yang semula menguasai berbagai posisi
dan fungsi di PBRI sepakat untuk mengundurkan diri agar digantikan oleh
orang-orang Indonesia. Tetapi fusi itu secara organisatoris ternyata tidak
pernah menjadi kenyataan. Dalam tubuh SBRN terjadi perpecahan, sehingga semua
anggotanya mengundurkan diri dan bergabung ke dalam PBRI. Baru pada tahun 1956,
melalui forum rapat umum anggota, secara aklamasi Muhammad Napis dikukuhkan
sebagai ketua PBRI. Pada tahun 1957, PBRI menyelenggarakan Kongres Reklame
seluruh Indonesia yang pertama. Dalam kongres tersebut, kata ”perserikatan”
diubah menjadi ”persatuan”.
Berdirinya PPPI
Popularitas The Jakarta Admen Club bahkan melebihi
organisasi resmi yang sebetulnya lebih dulu terbentuk pada tahun 1972, yaitu
Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI)
Seperti telah dikemukakan pada Bab 1, asosiasi
perusahaan periklanan yang pertama berdiri di Indonesia pada tahun 1949 dengan
nama Bond van Reclame Bureaux in Indonesia atau dalam bahasa Indonesia disebut
Persatuan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Nama resminya justru yang berbahasa
Belanda, karena pada waktu itu sebagian besar pelaku di industri periklanan
adalah orang-orang Belanda maupun keturunan Belanda. Demikian juga para
pengurusnya adalah orang-orang belanda dan keturunannya. Baru setelah PBRI
diketuai oleh orang Indonesia, Muh.Napis,maka pada tahun 1957 diputuskan
perhgantian namanya resmi menjadi PBRI. Dengan nama baru itu juga dilekukan
penyesuaian istilah dari “perserikatan” menjadi “persatuan”.
Napis adalah seorang tokoh periklanan Indonesia yang
ternyata berhasil memimpin PBRI secara terus-menerus hingga memasuki dasawarsa
1970-an. Napis sendiri ternyata sudah jenuh menjadi Ketua PBRI selama belasan
tahun, dan menganggap bahwa situasi seperti itu dapat mengarah kepada hal-hal
yang tidak demokratis.
Pada tahun 1971, Napis menyelenggarakan referendum di
antara anggota PBRI untuk memilih ketua yang baru, di samping juga meminta
usulan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta usulan
perubahan kebijakan dan strategi. Namun, ternyata referendum itu tidak
membuahkan hasil yang diharapkan. Napis tetap secara aklamasi diterima sebagai
ketua PBRI.
Pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia
tiba-tiba merasa perlu untuk mengatur industri periklanan. Harsono yang ketika
itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika (Dirjen PPG)
Departemen penerangan, memprakarsai diselenggarakannya Seminar Periklanan-forum
nasional resmi pertama yang diselenggarakan di Indonesia untuk membicarakan
arah industri periklanan. Seminar ini diseenggarakan di restoran Geliga, Jalan
wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dengan ketua penyelenggaraan H.G. Rorimpandey,
Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) yang ketika itu juga Pemimpin Umum
Harian Sinar Harapan.
(catatan penulis: sebetulnya, Christianto Wibisono
yang ketika itu menjadi Direktur Majalah Tempo pada tahun 1971 telah
menyelenggarakan sebuah seminar periklanan untuk mendiskusikan dalam menyikapi
masuknya elemen asing ke dalam industri perikalanan Industri Indonesia. Tetapi,
lingkup seminar ini masih bersifat terbatas di tataran pelaksana periklanan-bukan
pengambil keputusan di tingkat asosiasi dan regulator).
Dalam kesempatan itu pemerintah menyatakan bahwa PBRI
adalah satu-satunya wadah perusahaan periklanan yang diakui Pemerintah Republik
Indonesia. Pernyataan ini tampaknya didorong oleh kenyataan telah hadirnya
berbagai perusahaan periklanan yang disponsori pihak asing, dan tidak merasa
berkepentingan untuk menjadi anggota PBRI. Sekalipun pada tahun 1970 Menteri
Perdagangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo telah menerbitkan surat keputusan
yang melarang kehadiran perusahaan periklanan asing di Indonesia, namun
kenyataannya praktik “Ali Baba” tetap menghadirkan banyak negara asing di
industri periklanan Indonesia. Pernyataan Pemerintah itu membuat hampir semua
perusahaan periklanan yang baru didirikan sekitar 1970-an kemudian
mendaftar-kan diri menjadi anggota PBRI.
Seminar periklanan itu juga memuncukan napas dan
harapan baru akan munculnya generasi modern periklanan Indonesia. Keinginan
untuk berorganisasi secara serius pun mulai tampak hidup. Napis pun semakin
berharap bahwa penggantinya akan segera muncul.
Kebetulan, pada tahun 1972 itu juga berlangsung Asian
Advertising Congress (AAC) VIII di Bangkok. Masih dengan semangat Seminar
Periklanan, beberapa tokoh periklanan Indonesia pun segera berangkat menghadiri
kongres tersebut. Mereka antara lain adalah: Christian Wibisono, Ken Sudarto,
Sjahrial Djalil, Ernst Katoppo, Abdul Moeid Chandra, Jacoba Muaja, Usamah, dan
Yo Wijayakusumah. Tidak tanggung-tanggung, delegasi Indonesia pada waktu itu
secara nekat juga menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah AAC IX pada tahun
1974. hebatnya lagi, usulan itu ternyata diterima. Pertumbuhan pesat industri
periklanan Indonesia tentulah menjadi faktor pembobot yang menghasilkan
keputusan itu.
Semangat untuk menjadi tuan rumah Aac IX itulah yang
membuat insan periklanan Indonesia semakin membulatkan tekad untuk
berorganisasi secara rapi. Pada tanggal 20 Desember 1972, bertempat di restoran
Chez Mario milik Muhammad Napis di jalan Ir. H. Juanda III/23, jakarta Pusat,
diselenggarakan Rapat Anggota PBRI.
Rapat itu juga dihadiri Direktur Bina Pers dari
Direktorat Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Departmen Penerangan, Drs. Tjoek
Atmadi. Rapat itu mengagendakan pemilihan pengurus baru, serta membahas
kemungkinan dibentuknya sebuah asosiasi periklanan dengan visi dan lingkup yang
lebih luas.
Abdul Maeid Chandra, seorang putra Madura aktivis PBRI
yang memiliki stasiun radio Trinanda Chandra dan perusahaan perilanan dengan
nama yang sama, akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum. Di jajaran pengurus
tercatat beberapa orang tokoh periklanan Indonesia, seperti: Savrinus Suardi,
Usamah, Sjahrial Djalil, dan Yo Wijayakusumah. Mereka adalah muka-muka baru
yang sebelumnya bukan merupakan aktivis PBRI.
Rapat Anggota juga menyepakati pembubaran PBRI dan
pembentukan asosiasi yang baru dengan nama Persatuan Perusahaan Periklanan
Indonesia (PPPI). Dengan pembentukan PPPI, secara resmi hilang pula istilah
”biri reklame” yang berbau kebelanda-belandaan, digantikan dengan istilah yang
lebih sesuai dengan tuntutan zaman: ”perusahaan periklanan”. Desakan untuk
mengganti istilah ”biro reklame” juga didasari pada kenyataan bahwa tukang
pembuat stempel di pinggir jalan pun menyebut diri mereka sebagai biro reklame.
Pada saat didirikan, PPPI beranggotakan 30 perusahaan
periklanan. Sahrial Djalil AdForce menyumbangkan logo bagi asosiasi yang baru
itu. PPPI juga segera merumuskan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga
yang baru untuk menampung aspirasi periklanan modern.
FUNSI
PERIKLANAN
Seiring pertumbuhan ekonomi iklan menjadi sangat penting karena konsumen
potensial akan memperhatikan iklan dari produk yang dibelinya. Menurut Terence
A. Shimp (2003), secara umum periklanan mempunyai fungsi komunikasi yang paling
penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya yaitu:
1.
Informing (memberi informasi) membuat konsumen sadar (aware) akan merek-merek
baru, serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.
2.
Persuading (mempersuasi) iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk)
pelanggan untuk mencoba produk atau jasa yang diiklankan.
3.
Reminding (mengingatkan) iklan menjaga agar merek perusahaan tetap segar dalam
ingatan para konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat konsumen
terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah merek yang mungkin tidak
akan dipilihnya.
4.
Adding Value (memberikan nilai tambah) Periklanan memberikan nilai tambah pada merek
dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan
merek dipandang lebih elegan, bergaya, bergengsi dan lebih unggul dari tawaran
pesaing.
5.
Assisting (mendampingi) peran utama periklanan adalah sebagai pendamping yang
memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi
pemasaran. Sebagai contoh, periklanan mungkin digunakan sebagai alat komunikasi
untuk meluncurkan promosi-promosi penjualan seperti kupon-kupon dan undian.
Peran penting lain dari periklanan adalah membantu perwakilan dari perusahaan.
TUJUAN PERIKLANAN
Tujuan periklanan menurut kotler (1997: 236)
sebagai berikut:
·
Periklanan menjalankan sebuah fungsi
”informasi”.
Biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk, tujuannya untuk membentuk permintaan pertama.
Biasanya dilakukan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk, tujuannya untuk membentuk permintaan pertama.
·
Periklanan menjalankan sebuah fungsi
”Persuasif” Penting dilakukan dalam tahap kompetitif. Tujuannya untuk
membentuk permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.
membentuk permintaan selektif untuk suatu merk tertentu.
·
Periklanan menjalankan sebuah fungsi ”Pengingat”
Iklan pengingat sangat penting bagi produk yang sudah mapan.
Bentuk iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat (Inforcement advertising) yang bertujuan meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang benar.
Bentuk iklan yang berhubungan dengan iklan ini adalah iklan penguat (Inforcement advertising) yang bertujuan meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang benar.
Rp. 1.500.000 Menjadi Milik Anda Hanya Daftar Dan Buat Banner Iklan.
BalasHapusAnda dapat mengiklankan banner anda tanpa beban pembayaran.
100% FREE. Kesempatan terbatas
REGISTER FREE : http://bit.ly/1HXrPlI
Izin copast yaa mas :)
BalasHapus