Kisah Tragis Meninggalnya Photographer Fenomenal Kevin Carter
Hai Sahabat Blogger. Mungkin Sahabat sekalian masih ada yang bertanya siapa kah Kevin Carter ??
Kenapa kisah hidupnya begitu banyak dibicarakan oleh orang-orang seantero dunia. seorang photographer yang sangat tinggi jiwa sosial nya meninggal secara tragis dengan bunuh diri, banyak beranggapan kevin carter bunuh diri akibat penyesalan nya membiarkan seorang bocah kelaparan di afrika di mangsa oleh burung elang pemakan bangkai...??? padahal dari hasil karya photonya itu dia mampu meraih penghargaan hadiah Pulitzer tahun 1994. Sangat aneh dan membingungkan memang ???
Namun sebelum penulis menceritakan kronologi sebenar nya, ada baiknya jika kita mengenal sosok kevin carter dari biografi nya ini;
Kevin Carter (lahir 13 September 1960 – meninggal 27 Juli 1994 pada umur 33 tahun) adalah seorang wartawan foto afrika selatan pemenang penghargaan Fotograpi Pulitzer Prize 1994 untuk foto seorang anak dan Burung Bangkai di Sudan pada tahun 1994. Dia Bunuh Diri dua bulan setelah memenangkan penghargaan tersebut di dalam truk di tebing sungai Braamfonteinspuit, Johannes Burg Afrika Selatan Bersama dengan Greg MArinovich, Ken OesterBroek, dan Joao S, mereka dijuluki Bang-Bang Club
Kevin Carter lahir di Johannesburg Afrika Selatan, Kevin Carter tumbuh dilingkungan komunitas kelas menengah yang berisi orang-orang kulit putih saja. Sebagai anak kecil, ia sering melihat operasi polisi menangkap orang kulit hitam yang secara ilegal tinggal di area tersebut. Ia lalu bercerita pada orangtuanya yang beragama Katolik dan berpemikiran Liberal. Orangtuanya adalah tipikal komunitas yang kurang peduli pada gerakan melawan apartheid.
Setelah lulus dari sekolah menengah, ia bekerja sebagai apoteker dan direkrut oleh Angkatan Darat. Namun, ia masuk ke Angkatan Udara, dimana ia berdinas selama empat tahun. Pada 1980, ia melihat seorang pelayan kulit hitam di sebuah kafe dipukuli. Carter membela pelayan tersebut namun prajurit lain malah memukulinya. Ia lalu pergi ke AWOL, memulai hidup baru sebagai Disc Jockey bernama "David". Namun, hidupnya menjadi lebih sulit dari sebelumnya. Ia secara terpaksa kembali menjalani masa dinasnya di kemiliteran. Setelah melihat Pengeboman Gereja di Pretoria pada 1983, ia memutuskan menjadi Jurnalis Foto.
Carter memulai kerja sebagai fotografer olahraga di 1983. Pada 1984, ia pindah kerja di Johannesburg Star, yang bertugas mengekspos kebrutalan pada masa apartheid.
Carter adalah fotografer pertama yang mengabadikan hukuman bakar bagi orang kulit hitam pada pertengahan dekade 1980-an. Carter lalu berbicara mengenai fotonya itu: "Saya terkejut dengan apa yang mereka lakukan. Saya terkejut atas apa yang saya lakukan. Namun kemudian orang-orang mulai membicarakan foto itu... dan saya merasa mungkin apa yang saya lakukan tidak sepenuhnya buruk. Menjadi saksi sesuatuyang mengerikan ini ternyata bukan sesuatu yang cukup buruk untuk dilakukan.
Terungkapnya kisah dibalik foto bocah Sudan, Africa yang kelaparan sebagai foto peraih Hadiah Pulitzer.
Sampai saat ini, rumor tentang foto karya Kevin Carter (Afrika Selatan) yang ada di diatas ini masih simpang siur. Foto peraih Hadiah Pulitzer tahun 1994 yang menampilkan seorang anak kecil kurus kering dengan latar belakang seekor burung pemakan bangkai ini hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa bunuh diri yang dilakukan pemotretnya.
Rumor yang beredar mengatakan, Carter bunuh diri karena menyesal tidak menolong anak itu, tetapi malah memotretnya, bahkan lalu meraih hadiah jurnalistik bergengsi.
Rumor yang tak jelas benar asal-usulnya ini bertutur lebih jauh, Carter menulis di buku hariannya seusai memotret foto itu, ”Ya Tuhan, aku tidak akan menyia-nyiakan makanan lagi walau rasanya setidak enak apa pun.” Di situs BBC, jelas-jelas ada bantahan bahwa kalimat itu tidak pernah ditulis atau diucapkan Carter di mana pun.
Dari penelusuran ke berbagai sumber, didapat kesimpulan bahwa Carter tak mungkin bunuh diri karena foto itu. Carter tahu benar bahwa anak itu tidak dalam bahaya sama sekali.
Foto itu dibuat bukan di tempat terpencil, melainkan di sebuah acara pembagian makanan. Bahkan, Carter berlutut sekitar 20 menit di depan anak itu. Ia memotret beberapa kali sampai tiba-tiba seekor burung pemakan bangkai hinggap sebagai latar belakang. Carter juga sempat menunggu agar sang burung pemakan bangkai mengembangkan sayapnya untuk mendapatkan foto yang lebih dramatis. Selain itu, orangtua atau kerabat si anak juga berdiri tak jauh dari situ, sibuk meraih pembagian makanan. Seusai memotret, Carter juga sempat mengusir sang burung pemakan bangkai.
Berikut dibawah ini cerita yang disampaikan Joao Silva yang bersama Carter berada di tempat pemotretan, seperti dituturkan kepada penulis Jepang, Akio Fujiwara, dan dimuat dalam buku berjudul The Boy who Became a Postcard (terbitan Ehagakini Sareta Shonen).
Saat itu, tanggal 11 Maret 1993, Carter dan Silva mendarat di bagian utara Sudan untuk meliput kelaparan parah yang sedang terjadi di sana. Mereka berdua turun dari pesawat PBB yang memang akan menurunkan bantuan pangan. Tim kesehatan PBB memberi tahu keduanya bahwa mereka akan tinggal landas lagi 30 menit kemudian.
Dalam 30 menit itu, tim PBB memang membagi-bagikan makanan. Carter dan Silva cukup terkesima melihat orang-orang kelaparan yang berebut makanan pembagian. Anak yang dipotret Carter pun dipotret Silva walau tidak dipublikasikan. Menurut Silva, Carter memotret dari jarak sekitar 10 meter dan di belakang Carter adalah suasana orang ramai berebut makanan.
Satu yang penting dari kejadian itu adalah seusai memotret, Carter duduk di bawah pohon dan tampak tertekan.
”Dia berkata rindu dan ingin memeluk Megan, putrinya,” kata Silva.
Carter memang punya seorang anak perempuan bernama Megan, kelahiran 1977, di luar nikah dengan Kathy Davidson, seorang guru sekolah.
Pada waktu bunuh diri pun, surat yang ditinggalkan Carter berisi tulisan sebagai berikut:
”I am depressed … without phone … money for rent … money for child support … money for debts … money!!! … I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain … of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners…I have gone to join Ken if I am that lucky…”
Yang artinya kurang lebih = "Aku depresi ... tanpa telepon ... uang untuk menyewa ... uang untuk mendukung anak ... uang ... uang utang! ... Saya dihantui oleh kenangan hidup tentang pembunuhan dan mayat-mayat dan kemarahan dan rasa sakit ... kelaparan atau anak-anak terluka, orang-orang gila memicu-senang, sering polisi, dari algojo pembunuh ... Aku pergi untuk bergabung dengan Ken jika saya yang beruntung".
Carter bunuh diri 27 Juli 1994 beberapa pekan setelah meraih Hadiah Pulitzer dengan cara menutup diri di dalam mobil pickup-nya, lalu mengalirkan gas knalpot ke dalam. Ia bunuh diri karena depresi pada kenyataan hidup yang kejam dan keras. Carter juga menangisi kematian sahabatnya, Ken Oosterbroek, sesama fotografer jurnalistik, yang meninggal saat meliput sebuah kerusuhan.
Pembela kebenaran
Sebenarnya Carter yang lahir 13 September 1960 di Johannesburg, Afrika Selatan, berjiwa pembela kebenaran sejak kecil.
Ibunya, Roma Carter, bercerita bahwa Kevin kecil sering meradang kalau melihat seorang polisi kulit putih memperlakukan orang kulit hitam dengan kejam. ”Kevin berteriak kepada ayahnya agar menghentikan ulah polisi itu,” kata Roma.
Demikianlah, profesi sebagai fotografer jurnalistik sering membawanya menjadi saksi peristiwa-peristiwa keji, seperti orang yang dibakar hidup-hidup ataupun orang yang dibantai beramai-ramai di tengah keramaian.
Carter tidak tahan hidup menjadi saksi kekejaman. Ia memilih mengakhiri hidupnya.
Pertanyaan penting tentang mengapa foto karyanya penuh dengan rumor, barangkali bisa merujuk pada pendapat Richard Winer, peneliti misteri Segitiga Bermuda.
”Manusia pada dasarnya senang mitos. Walau sudah ada penjelasan ilmiahnya, sebuah mitos atas suatu peristiwa selalu ada,” kata Winer.
Wow Bagaimana sahabat Luar Biasa Pelajaran yang mampu kita petik dari sejarah hidup nya Mr. Kevin Carter, Meski Prestasi sudah didapatkan namun kevin carter tetap tidak mampu melawan rasa depresi nya sehingga memutuskan untuk mengambil jalan. semoga sahabat tidak ada yang berpikiran mengambil jalan pintas seperti kevin carter yah?? tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan semua ada solusi positif nya jadi jangan cepat dan gegabah mengambil tindakan,,?? tetap positif thingking di tengah masalah apapun yang kita hadapi.